Kementerian Keuangan (Keuangan) menyoroti bahaya sektor minyak dan gas (migas) yang produksinya terus menurun. Sebab, penurunan produksi akan berpotensi memberikan dampak pada neraca perdagangan Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan, produksi migas khususnya minyak saat ini terus mengalami penurunan. Hal itu tercermin dari kebutuhan dalam negeri yang tidak bisa terpenuhi dan menciptakan gap impor minyak yang berdampak pada neraca perdagangan.
“Jadi demand gap, secara makro kondisi ini berdampak pada trade balance,” kaya Sri Mulyani secara virtual, Selasa (30/11).
Sri Mulyani menyebut, penurunan produksi migas tidak seimbang dengan kebutuhan energi dalam negeri yang terus mengalami kenaikan. Padahal, energi menjadi mendorong perekonomian untuk terus berkembang.
Disisi lain, kata Sri Muluani, industri migas juga akan mengalami tantangan perubahan iklim dimasa mendatang yang menjadi fokus semua pemerintah negara-negara di seluruh dunia. “Ada tantangan di sektor migas, di sisi lain perubahan iklim jadi consent dan menjadi prioritas pembuat kebijakan dunia,” pungkasnya.
Berdasarkan data dari SKK Migas, produksi minyak terangkut (lifting) selama Januari-September 2021 rata-rata hanya mencapai 661 ribu barel per hari (bph) atau 93,8 persen dari target tahun ini 705 ribu bph.
Sementara lifting gas hingga September 2021 tercatat mencapai 5.481 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 97,2 persen dari target 5.638 MMSCFD. Total lifting migas hingga kuartal III-2021 tercatat mencapai 1,64 juta barel setara minyak per hari (BOEPD) atau 96 persen dari target 1,71 juta BOEPD tahun ini.